Selasa, 12 Mei 2015

LAPORAN GOES TO MEDIA KUNJUNGAN MUSEUM BALAPUTERA DEWA DAN SUMATERA EKSPRES



Museum Balaputera Dewa
            Kunjungan media merupakan bentuk pembelajaran formula yang kami ikuti dalam mempelajari cara menganalisa kondisi, sutuasi, disuatu tempat yang dikunujngi dari kunjungan yang diadakan pada tanggal 29 April 2015 kemaren, saya mengambil tiga tempat pariwisata untuk diperjelaskan dari permasalahan, tujuan, untuk memberikan saran dari hasil kunjungan. Semoga apa yang menjadi pengharapan untuk dapat disalurkan dalam memberikan saran dari kondisi tempat-tempat yang kami kunjungi menjadi perubahan yang baik di masa yang akan datang.
            Didalam kunjungan Museum Balaputera Dewa dari semua desaign ukurian,tulisan, patung batu, dsb, yang telihat memang memerlukan perawatan yang cukup extra karena di museum tersebut banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang perlu untuk di jaga dan dirawat sebaik mungkin.
Seperti salah satu foto yang saya ambil terlihat yang disebut Arca Megalit Wanita Mendukung Anak (The Woman is carrying The Child) no.1287b berasal dari Desa Tanjung Ara, Pasemah, Kabupaten Lahat Sumatra Selatan (south sumatra), yang dijelaskan Arca ini menggambarkan seorang wanita dalam posisi berjongkok sedang mendukung anak dipunggung. Pewujudan pengarcaan pada bagian-bagian tubuh tertentu cukup menarik, yakni serba besar sepreti pemahatan bentuk payudara yang menonjol erat kaitannya dengan upacara untuk kesuburan (This statue shawed the woman in squat pasition carried the child picback phenomenan of the image in specialof the body is interesting is completely bigas the shapeof breast which protudethat is close relationship with fertilityceremony.
Sangat banyak sekali peninggalan jaman sejarah yang setiap bentuk benda memiliki cerita atau makna yang berbeda-beda, mulai dari Nissan, Prasasti, Tempayan Kubur, Kerangka Manusia, Kapak Lonjong, Kepala Arca Megalit Tanpa Tutup Kepala, Kepala Arca Megalit Pakai Tutup Kepala, Arca Megilat Orang Menunggang Kerbau, Arca Megilat, Arca Megilat Seorang Wanita Mendukung Anak dsb tidak bisa untuk disebut secara keseluruhan satu persatu, yang menjadi tujuan dalam kunjungan  goes to media ini untuk membuat mahasiswa-mahasiswa agar bisa tahu dan mengingat kejadian, pesan, kesan yang pernah terjadi dimasa sebelum kami mengenal sejarah, agar lebih mengenal dan memahami cerita tentang perjuangan yang telah diabadikan dimasa sejarah.
Masa Sriwijaya
            Adapun di masa Sriwijaya merupakan kerajan maritim terbesar di Nusantara yang berpengaruh dari abad ke-7 sampai dengan 13 masehi. Pada masa kejayaannya, sriwijaya meliputi: Sumatera, Semenanjung Melayu, Jawa bagiab Barat dan Kalimantan Bagian barat, Sriwijaya dengan kekuatan armadanya mampu menguasai perdagangan di daerah selat malaka yang saat itu menjadi jalur penghubung antara China dan India.
fakta sejarah tentang keberadaa Sriwijaya dibuktikan dengan temuan arkeologi di berbagai wilayah kekuasaan Sriwijaya. Hingga saat ini, tinggalan arkeologi dari masa Sriwijaya sebagaian besar ditemukan di wilayah Sumatera.adanya beberapan tinggalan yang ditemukan di Wilayah Asia Tenggara atau di Semenanjung Melayu merupaka petunjuk bahwa pengaruh budaya Sriwijaya tidak hanya berkembang di Wilayah Indonesia bagian Barat, tetapi juga di daerah Asia Tenggara Daratan. Temuan tersebut merupakan Prasasti wang sa yang berangka tahun 697 Saka atau 775 Masehi. Prasastiini menyebutkan pendiria tiga buah caitya bagi budha dan bodhaattwan raja Sriwijaya.
Tinggalan arkeologis masa Sriwijaya yang dapat dijadikan kajian untuk mempelajari sistem politik dan pemerintahan Sriwijaya adalah bangsa prasasti. Prasasti Sriwijaya tersebar luas di wilayah Sumatera seperti, Palembang, lampung, Bangka, dan Jambi. Prasasti Sriwijaya yang ditemukan di wilayah Palembang yaitu, prasasti Kedukan Bukit (682 M), prasasti Talang Tua (686), prasasti Telaga Batu dan Boom Baru (tidak berangka tahun) serta sekitar 50 prasasti pendek. Di wilayah Lampung ditemukan prasasti Palas Paremah dan bangku yang tidak menunjukan angka tahun, namun dari segi isinya diperkirakan dari abad ke-7 Masehi. Di kota bangka ditemukan prasasti kota kapur yang berangka tahun 686 Masehi. Sedangkan di Jambi ditemukan prasasti Karang Berahi yang berangka tahu, tetapi dari segi paleografi diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi.
Dibidang bidang perdagangan atau perekonomian, Sriwijaya mengandalkan ekspor hasil-hasil pertanian eperti, kapur barus, cengkeh, pala, kayu hitam, dan rempah-rempah. Sriwijayah juga menghasilkan timah dan gading sebagai komoditi ekspor.
Dibidang keagamaan Sriwijaya juga memegang peranan sangat penting, sejak abad ke-7 Masehi. Sriwijaya telah dikenal sebagai pusat studi agama Budha, seorang pendeta Budha dari China, dalam perjalannya di kanton menuju India pada sekitar tahu 672 Masehi singgah dan tinggal di Sriwijaya untuk mempelajari tata bahasa Sansekerta selama enam bulan.
Kerajaan Sriwijaya sampai dengan awal abad ke-11 Masehi masih merupakan pusat studi agama Buidha, pada pemerintahan Cudamaniwarman, muncul tokoh-tokoh agama budha yang sangat terkenal seperti sakyakirti dan Dharmakirti. Dharmakirti menyusun kritik sebuah kitab agama ajaran Budha, Abhisamayalandara. Pada sekitar tahun 1011 sampai dengan 1023 Masehi, Dharmakirti memilki murid dari tibet, seorang biksu bernama Atista.
Selain agama Budha, agama Hindu juga merupakan salah satu agama yang berkembang di Sriwijaya. Berdasarkan kajian tinggalan arkeologis, Agama Hindu diperkirakan sudaha ada di Sriwijaya sejka abad ke-6 Masehi dan terus berkembang sampai abad ke-13 Masehi. Hal ini menunjukan bahwa agama Hindu sudah ada sebelum Sriwijaya muncul dan amasih tetap berkembang pada saat Kerajaan Sriwijaya sudah runtuh Sejak sekitar abad ke-13 Masehi.
Wilayah pertama kali yang mendapat pengaruh Hindu adalah Pulau Bangka yaitu di daerah kota kapur di daerah ini ditemukan reruntuhan bangunan candi yanag memilikipagar keliling, danberdenah bujur sangkar dengan banguna mengarah ke utara berdasarka pemilihan arkeologis, situs kota kapur ini berasal dari abad ke-6 sampai dengan 7 Masehi. Agama Hindu juga berkembanag di Ibukota Sriwijaya Palembang dengan adanya bukti temuan Arca Ganesha dan Siwa Mahadewa, tinggalan ini diperkirakan berasal dari abad ke-10 Masehi.
Di wilayah pedalaman, tepatnya di daerah Bumiayu, Muaraenim agama Hindu berkembang pesat dari tinggalan arkeologis ditempat ini diperkirakan agama Hindu berkembang sekitar abad ke-9 hingga 15 Masehi. Agama Hindu juga berkembang di daerah Muaraenim. Hal ini berdasarkan tinggalan arkeologis di situs Lesung Batu yang terletak di tepi Sungai Rawas, dari tinggalan arkeologi di situs Lesung Batu ini diperkirakan agam Hindu berkembang dari abad ke-14 sampai dengan 15 Masehi.
Setelah Sriwijaya mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-13 Maehi, beberapa abad kemudian di Palembang terjadi kekosongan pemerintahan (missing link. Pada masa ini, berbagai penguasa dari tempat lain menduduki Palembang, misalnya bajak laut, Nan Hai (China Selatan)  dan Majapahit sampai akhirnya datang budaya Islam.

Masa Kaesultanan Palembang
            Pada akhir abad ke-16 terjadi perubahan dalam sejarah palembang, dengan berdirinya kerajaan bernuansa islam dibawah pimpinan Ki Gede Ing Suro tepatnya tahun 1573 Masehi. Ki GedeIng Suro merupakan priyayi dari Jawa pengikut Jepang yang menyingkir dari tanah Jawa ini kemudian mendirikana Keraton Kuto Gawang sebagai pusat Pemerintah, Keraton ini berlokasi disekitar Kelurahan 2 ilir, di tempat yang sekarang merupakan kompleks PT.Pusri.
Keraton Kuto Gawang secara alamiah lokasihnya cukup strategis, dan secara teknis diperbuat oleh dinding tebal dari kayu unglen dan kayu besi serta cerucup yang membentang antara Plaju dan Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil yang letaknya ditengah sungai Musi. Keraton ini berukuran 1093 meter, baik panjang maupun lebarnya. Tingginya dinding yang mengitarinya 7,25 meter. Orang-orang China dan Portugis berdiam berseberangan, di tepian sungai.
Meskipun telah memiliki keraton tersendiri, Palembang tetap mengakui tentang kebudayaan Mataram. Sejak Pemerintahan Ki Gede Ing Suro hingga pangeran Sido Ing Rejek., palembang belum berstatus kesultanan tatapi masih berada dibawah kekuasaan Mataram Islam. Pada masi ini bahasa dan budaya Jawa menjadi bagian kehidupan pemerintah Kerajaan Islam Palembang tersebut.
Pada tahun 1659,  terjadi perseteruan antara Palembang  dibawah kempemimpinan pangeran Sido Ing Rejek melawan VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie) untuk memperebutkan penguasaan perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainya. Akhirnya, melaui suatu peperangan yang sengit VOC berhasil memaksa penguasa pada saat itu, Pangeran Sido Rejek menyingkir ke pedalaman. Dalam suatu kemelut persaingan antar kelompok. Akhirnya Ki Mas Endi keluar sebagai pemenang untuk menduduki Tatha Keraton Palembang.
Setelah menguasai tahta, Ki Mas Endi atau dikenal juga dengan pangeran Ario Kusumo mencabut pengakuaan Palembang atas kedaulatan Mataram. Keputusan ini diambil mengingat kurangnya perhatian Mataram kepada Palembang, Dharussalam dengan gelar Sultan Abdurahman Kholifatull Mukminin Sayyidul Imam (1659-1706). Pusat pemerintahannya dipindahke Bringin Janggut yang letaknya disekitar Masjid Lama (jalan segaran).
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin I (Jayo Wikramo, 1741-1757), pusat pemerintah dipindah lagi kesebelah barat Sungai Tengkuruk. Keraton ini dikenal nama Keraton Kuto Tengkuruk atau Keraton Kuto Batu. Keraton ini sekarang terletak dijalan Soedirman kaki sisi utara jembatan Ampera.
Pada masa pemerintahan Sultan Mahnud Badarudin I inilah kota Palembang mengalami kemajuan dan juga moderenisasi. Saat itu didirikan bangunan monumental, seperti Makam Kawah Tengkurep dan Masjid Agung, selain itu juga dibangun pengairan speanjang Sungai Mesuji, Ogan, Komring, dan Musi; bukan saja untuk pertaniaan tetapi sekaligus untuk pertahanan jalan meliter.
 Kesultan Plembang dimasa selanjutnya terus berkembang pesat, kondisiperekonomian cukup baik dengan mengandalkan perdagangan hasil Bumi, sperti lada dan hasil Hutan. Selain itu, hasil tambang timah juga memberikan kontribusi yang penting dalam perekonomian Kesultan Palembang. Dengan perekonomian yang sangat baik tersebut, Kesultana Palembang menjadi negeri yang memiliki kekayaan berlimpah. Bahkan, dengan kekayaan ini Sultan Muhammad Bahaudin (1706-1803) sanggup membangun bangunan monumental berupa Kuto yang dikenal dengan Kuto Besak. Bangunan ini berukuran, panjang 288,75 meter dan lebar 183,75 meter serta tingginya 30 kaki.
Dengan keadaan ekonomi yang baik dan stabilitas politik stabil berdampak pada  perkembangan siyar islam terus meningkat. Kesultan Plembang pada saat itu bahkan menjadi pusat sastra islam di Nusantara setelah Aceh mengalami kemunduran di abad ke-17. Nama-nama besar para Ulama sabgat di kenal dinu Nsantara, SEPERTI Adbu Somad al Palimbani, Syihabudin Bin Abddullah Muhamad, Kemas Fachrudin, dan Muhammad Muhyuddin Bin Syaikh Syihabuddin.
Kemakmuran dan kekayaan Kesultanan Palembang yang diperoleh dari hasil perdagangan jhasil bumi dan timah, membuat Belanda dan Inggris berusaha untuk menaklukan dan menguasai sentra-sentra perdagangan tersebut. Pada masa Pemerintah Sultan Mahmud Badarudin terjadilah serangkaian pertempuran melawan penjajah, seperti peristiwa Loji Sungai Aur (1811), perang melawan Inggris (1812), perang Menteng (1819) dan terakhir perang Palembang (1819-1821).
Pada serangkaian peristiwa pertempuran, awalnya Kesultanan Palembang berhasil mematah serangan-serangan yang dilakukan pada pihak penjajah, karena kehebatan strategi perang yang disusun Sultan Mahmud  Badarudin II, yaitu dengan membangun benteng-benteng pertahanan cerucup-cerucup penghalang di Sungai Musi dan rakit-rakit Api. Namun pada tahun 1821 Belanda mengerahkan ratusan kapal perang dan 5000 pasukan dan Benteng Kuto Besak pun akhirnya berhasil dikuasainya Sultan Mahmud Badarudin II berhasil ditangkap dan dan kemudian diasinkan ke Ternate. Pada tahun 1823 Kesultanan Palembang dihapuskan dalam peta Nusantara. Banyak lagi lainnya, hanya beberapa saja yang saya ambil untuk menuang dalam pengetahuan saya diwaktu kunjungan kemarin.
Adapun beberapa prasasti-prasasti sebagai berikut:
  1. Prasasti Kedudukan Bukit
Prasasti kedudukan bukit ditemukan oleh batemberg pada tanggal 20 Oktober 1920 di tepi Sungai Tatang. Di kaki Bukit Siguntang Palembang. Prasasti ini dipahat pada sebuah batu kesil berbentuk bulat, dengan garis tengah 80 cm, menggunakn huruf pallawa dan Bahasa Melayu Kuno berangka tahun 604 saka atau 682 Masehi. Secara garis besar berisi tentang perjalanan Dapunta Hyang yang berangkat dari Minanga Tamwan naik perahu bersama balatertaranya, kemudian tiba di Mukha Upang dan akhirnya mendirikan kota Sriwijaya setelah berhasil menaklukan beberapa daerah sekitarnya.
  1. Prasasti Telaga Batu
Prasasti telaga batu ditemukan dikawasan situs Sabokingking, 2 ilir Palembang. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, tetapi dari segi paleografi diperkirakan sejaman dengan prasasti Sriwijaya lainnya, yaitu dari abad ke-7 Masehi. Dipahat pada sebongkah batu andesit dengan hiasan tujuh kepala ular kobra pada bagian atasnya, sedangkan bagian bawah terdapat cerat (pancuran). Prasasti ini memuat tentang sumpah setia baik para pejabat kerajaan, termasuk kerabat raja, maupun para perkerja dan hamba raja kepada raja Sriwijaya. Mereka yang melanggar sumpah ini akan terbunuh oleh kutukan dalam sumpah tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa prasasti ini merupakan ikrar seluruh jajaran pegawai Sriwijaya agar taat dan patuh kepada raja demi menegakkan kebesaran Sriwijaya.
  1. Prasasti Kota Kapur
Prasasti kota kapur ini ditemukan oleh j.k van der meulen tahun 1862 semasa menjadi Administratus di Sungai Selam, kepulauan Bnagka prasasti berhuruf pallawa dan berbahasa Mealayu Kuno, serta terangka tahun 608 saka atau 686 Masehi. Secara garis besar prasasti ini berisi kutukan kepada mereka yang tidak taat kepada raja Sriwijaya, selain itu, juga diperoleh imformasi keberangkatan pasukan Sriwijaya ketika menyerang Bumi Jawa yang tidak patuh kepada Sriwijaya.
  1. Prasasti Bungkuk
Prasasti Bungkuk ditemukan di desa Bungkuk, Lampung Tengah pada tahun 1985. prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi dari segi paleografi diperkirakan dari abad ke-7 Masehi. Menggunakan huruf Pallawa dan bahasa mEkayu Kuno. Secara garis besar berisi sumpah atau kutukan kepada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.
  1. Prasasti Boom Baru
Prasasti Boom Baru ditemukan oleh seorang penduduk yang bernama Rizal. Aksara dipahat pada batu alam jenis andesit, bagian atasnya pata dan bidang permukaan bagian tengah rusak terbelah, menyebabkan beberapa garis kalimat hilang, prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi dari segi paleografi diperkirakan dari abad ke-7 Masehi. Menggunukan huruf Pallawa dan bahasa Melayau Kuno. Secara garis besar berisi sumpah atau kutukan pada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya. Selai itu, juga berisi doa keselamatan agar rakyat, dan negara bebas dari malapetaka, makmur dan sejahtera.
  1. Prasasti Karang Berahi
Prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti Sriwijaya yang ditemukan di propinsi Jambi, tepatnya di tepi Sungai Merangin. Ditemukan tahun 1904 oleh L. Berkhout, kontrolir di Bangko propinsi Sumateraprasasti yang terdiri dari 15 baris ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno serta tidak berangka tahun. Akan tetapi dari segi paleografi dan isinya diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi. Prasasti Karang Berahi mirip dengan prasasti Kota Kapur, kecuali pada bagian akhirnya. Adapaun isi prasasti ini adalah berupa kutukan bagi mereka yang tidak taat kepada raja Sriwijaya. Namun, prasasti ini tidak memuat penyerangan oleh tentara Sriwijaya sebagai mana yang termuat pada bagian kahir prasasti Kota Kapur.
  1. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas Pasemah dietemukan di tepi Way Pisang, Lampung Selatan pada tahun 1958. Prasasti ini berangka 608 Saka, mrnggunakan Huruf pallawa dan Bahasa Melayu Kuno. Secara garis besar berisi sumpah atau kutukan kepada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya. Raja Sriwijaya mengutuk kepada para pemberontak dan penganut ilmu hitam. Namun   kepada siapa saja yang setia kepada kerajaan dapat diangkat menjadi datu dan usahanya akan direstui dan diberkahi.
Seperti lainnya ada terdapat beberapa penjelasan, yakni:
  1. Batu Pukul
Batu dari jenis batuan andesit ini merupakan batu utuh dan berbentuk bulat. Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Benda ini berfungsi sebagai alat tumbuk makanan dalam proses pengolahan makanan.
  1. Bilah
Bahan terbuat dari batu andesit. Benda ini merupakan bentuk serpih yang secara khusus mempunyai sisi yang sejajar dan masing-masing sisinya berukuran 2 kali dari lebar. Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, berfungsi sebagai alat untuk membelah atau memotong.
  1. Mata Panah
Bahan terbuat dari batu Rijang, menggunakan pembuatan teknologi pembuatan yang tidak berbeda dengan pembuatan  alat serpih, perbedaanya hanya pada ciri cetus yang senderung  melebar hingga membentuk  cekungan besar. Di temukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Berfungsi untuk memproses bahan makanan.
    1. Serpihan
Bahan terbuat dari batu Rijang benda ini merupakan limbah pembuatan alat batu. Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu, kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan.
    1. Serut Samping
Bahan terbuat dari batu Jasper, berbentuk pipih dan mempunyai satu sisi tajaman. Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Berfungsi sebagai bahan dasar pembuatan alat.
Kapak Lonjong
             Benda ini terbuata dari jenis batu kali, bagian tajamnya diasah dari dua arah, sehingga bentuk tajaman yang dihasilkan simetris atau setangkup. Kapak semacam ini digunakan dengan mengikatnya pada sebuah tangkai kayu bercabang. Fungsi kapak ini untuk menebang atau menguliti pohon, membuat perahu, membuat patung kayu, dan sebagai perlengkapan upacara.
Temapaya Kubur (Burial Jar)
            Pada masa prasejarah di Sumatera Selatan di kenal penguburan dengan cara menggunakan wadah tempayan yang besar dengan diameter 60 cm-80 cm, tempayan ini berfungsi sebagai bekal kubur dan bisa juga menjadi  wadah kubur. Hal ini terlihat pada tempayan kubur yang ditemukan di situs Muara Betung Kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang pada saat ditemukan terdapat kerangka manusia dang tempayan kubur lainnya, seperti periuk, kendi, botol dari tanah liat, dan beliung persegi. Ditemukan di situs Muara Betung Kecamatan Ulu Musi Kabupaten Lahat.


Sumatera Ekspres
            Kunjungan sumatera ekspres terlihat dari sisi foto yang saya ambil, Pak Anto Narasoma akan menjadi nara sumber tentang informasi yang akan dibahas dalam pemahaman tentang dunia entertent dan wawancara, pak Anto Narasoma yang memberikan sedikit banyak penjelasan kepada kami mahasiswa kunjungan tentang suatu hal dalam wawancara yang harus di pahami ialah 5W+1H dalam penjelasan ini pengharapan yang sangat besar bagi pak Anto Narsoma kepada kami semua semoga kami menjadi orang-orang sukses, karena kesuksesan bukan dinilai dari kekayaan melainkan melalui revotasi, kemauan, yang memiliki kemampuan bakat yang berlebih untuk dikembangkan sehingga bermanfaat bagi orang lain bukan hanya untuk diri sendiri, tapi kebahagiaan terpenting membuat orang lain termotivasi akan kesuksesan dari jalan cerita kehidupan yang sederhana mampu mencapai dunia, yang katanya “dunia tak selebar daun kelor”.

Perjuangan seorang Anto Narasoma bukanlah waktu yang sebentar, cukup lama untuk meraih cita-cita dalam kehidupan dengan belajar dan terus belajar dari waktu kewaktu dalam mencapai semua impiannya yang penuh dengan semnagat, motivasi dan semngat juga ia curakan disaat memberikan penjelasan tentang Sumeks, seperti yang ia katak semoga kalian semua para mahasiswa Stisipol Candaradimuka Palembang menjdai orang-orang yang sukses dan jauh lebih bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Terima Kasih