Museum Balaputera Dewa
Kunjungan media merupakan bentuk
pembelajaran formula yang kami ikuti dalam mempelajari cara menganalisa kondisi,
sutuasi, disuatu tempat yang dikunujngi dari kunjungan yang diadakan pada
tanggal 29 April 2015 kemaren, saya mengambil tiga tempat pariwisata untuk
diperjelaskan dari permasalahan, tujuan, untuk memberikan saran dari hasil
kunjungan. Semoga apa yang menjadi pengharapan untuk dapat disalurkan dalam
memberikan saran dari kondisi tempat-tempat yang kami kunjungi menjadi
perubahan yang baik di masa yang akan datang.
Didalam kunjungan Museum Balaputera
Dewa dari semua desaign ukurian,tulisan, patung batu, dsb, yang telihat memang
memerlukan perawatan yang cukup extra karena di museum tersebut banyak sekali
peninggalan-peninggalan sejarah yang perlu untuk di jaga dan dirawat sebaik
mungkin.
Seperti
salah satu foto yang saya ambil terlihat yang disebut Arca Megalit Wanita
Mendukung Anak (The Woman is carrying The Child) no.1287b berasal dari Desa
Tanjung Ara, Pasemah, Kabupaten Lahat Sumatra Selatan (south sumatra), yang
dijelaskan Arca ini menggambarkan seorang wanita dalam posisi berjongkok sedang
mendukung anak dipunggung. Pewujudan pengarcaan pada bagian-bagian tubuh
tertentu cukup menarik, yakni serba besar sepreti pemahatan bentuk payudara
yang menonjol erat kaitannya dengan upacara untuk kesuburan (This statue shawed
the woman in squat pasition carried the child picback phenomenan of the image
in specialof the body is interesting is completely bigas the shapeof breast
which protudethat is close relationship with fertilityceremony.
Sangat
banyak sekali peninggalan jaman sejarah yang setiap bentuk benda memiliki
cerita atau makna yang berbeda-beda, mulai dari Nissan, Prasasti, Tempayan
Kubur, Kerangka Manusia, Kapak Lonjong, Kepala Arca Megalit Tanpa Tutup Kepala,
Kepala Arca Megalit Pakai Tutup Kepala, Arca Megilat Orang Menunggang Kerbau,
Arca Megilat, Arca Megilat Seorang Wanita Mendukung Anak dsb tidak bisa untuk
disebut secara keseluruhan satu persatu, yang menjadi tujuan dalam kunjungan goes to media ini untuk membuat
mahasiswa-mahasiswa agar bisa tahu dan mengingat kejadian, pesan, kesan yang
pernah terjadi dimasa sebelum kami mengenal sejarah, agar lebih mengenal dan
memahami cerita tentang perjuangan yang telah diabadikan dimasa sejarah.
Masa Sriwijaya
Adapun di masa Sriwijaya merupakan
kerajan maritim terbesar di Nusantara yang berpengaruh dari abad ke-7 sampai
dengan 13 masehi. Pada masa kejayaannya, sriwijaya meliputi: Sumatera,
Semenanjung Melayu, Jawa bagiab Barat dan Kalimantan Bagian barat, Sriwijaya
dengan kekuatan armadanya mampu menguasai perdagangan di daerah selat malaka
yang saat itu menjadi jalur penghubung antara China dan India.
fakta
sejarah tentang keberadaa Sriwijaya dibuktikan dengan temuan arkeologi di
berbagai wilayah kekuasaan Sriwijaya. Hingga saat ini, tinggalan arkeologi dari
masa Sriwijaya sebagaian besar ditemukan di wilayah Sumatera.adanya beberapan
tinggalan yang ditemukan di Wilayah Asia Tenggara atau di Semenanjung Melayu
merupaka petunjuk bahwa pengaruh budaya Sriwijaya tidak hanya berkembang di
Wilayah Indonesia bagian Barat, tetapi juga di daerah Asia Tenggara Daratan.
Temuan tersebut merupakan Prasasti wang sa yang berangka tahun 697 Saka atau
775 Masehi. Prasastiini menyebutkan pendiria tiga buah caitya bagi budha dan
bodhaattwan raja Sriwijaya.
Tinggalan
arkeologis masa Sriwijaya yang dapat dijadikan kajian untuk mempelajari sistem
politik dan pemerintahan Sriwijaya adalah bangsa prasasti. Prasasti Sriwijaya
tersebar luas di wilayah Sumatera seperti, Palembang, lampung, Bangka, dan
Jambi. Prasasti Sriwijaya yang ditemukan di wilayah Palembang yaitu, prasasti
Kedukan Bukit (682 M), prasasti Talang Tua (686), prasasti Telaga Batu dan Boom
Baru (tidak berangka tahun) serta sekitar 50 prasasti pendek. Di wilayah
Lampung ditemukan prasasti Palas Paremah dan bangku yang tidak menunjukan angka
tahun, namun dari segi isinya diperkirakan dari abad ke-7 Masehi. Di kota bangka
ditemukan prasasti kota kapur yang berangka tahun 686 Masehi. Sedangkan di
Jambi ditemukan prasasti Karang Berahi yang berangka tahu, tetapi dari segi
paleografi diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi.
Dibidang
bidang perdagangan atau perekonomian, Sriwijaya mengandalkan ekspor hasil-hasil
pertanian eperti, kapur barus, cengkeh, pala, kayu hitam, dan rempah-rempah.
Sriwijayah juga menghasilkan timah dan gading sebagai komoditi ekspor.
Dibidang
keagamaan Sriwijaya juga memegang peranan sangat penting, sejak abad ke-7
Masehi. Sriwijaya telah dikenal sebagai pusat studi agama Budha, seorang
pendeta Budha dari China, dalam perjalannya di kanton menuju India pada sekitar
tahu 672 Masehi singgah dan tinggal di Sriwijaya untuk mempelajari tata bahasa
Sansekerta selama enam bulan.
Kerajaan
Sriwijaya sampai dengan awal abad ke-11 Masehi masih merupakan pusat studi
agama Buidha, pada pemerintahan Cudamaniwarman, muncul tokoh-tokoh agama budha
yang sangat terkenal seperti sakyakirti dan Dharmakirti. Dharmakirti menyusun
kritik sebuah kitab agama ajaran Budha, Abhisamayalandara. Pada sekitar tahun
1011 sampai dengan 1023 Masehi, Dharmakirti memilki murid dari tibet, seorang
biksu bernama Atista.
Selain
agama Budha, agama Hindu juga merupakan salah satu agama yang berkembang di
Sriwijaya. Berdasarkan kajian tinggalan arkeologis, Agama Hindu diperkirakan
sudaha ada di Sriwijaya sejka abad ke-6 Masehi dan terus berkembang sampai abad
ke-13 Masehi. Hal ini menunjukan bahwa agama Hindu sudah ada sebelum Sriwijaya
muncul dan amasih tetap berkembang pada saat Kerajaan Sriwijaya sudah runtuh
Sejak sekitar abad ke-13 Masehi.
Wilayah
pertama kali yang mendapat pengaruh Hindu adalah Pulau Bangka yaitu di daerah
kota kapur di daerah ini ditemukan reruntuhan bangunan candi yanag
memilikipagar keliling, danberdenah bujur sangkar dengan banguna mengarah ke
utara berdasarka pemilihan arkeologis, situs kota kapur ini berasal dari abad
ke-6 sampai dengan 7 Masehi. Agama Hindu juga berkembanag di Ibukota Sriwijaya
Palembang dengan adanya bukti temuan Arca Ganesha dan Siwa Mahadewa, tinggalan
ini diperkirakan berasal dari abad ke-10 Masehi.
Di
wilayah pedalaman, tepatnya di daerah Bumiayu, Muaraenim agama Hindu berkembang
pesat dari tinggalan arkeologis ditempat ini diperkirakan agama Hindu
berkembang sekitar abad ke-9 hingga 15 Masehi. Agama Hindu juga berkembang di
daerah Muaraenim. Hal ini berdasarkan tinggalan arkeologis di situs Lesung Batu
yang terletak di tepi Sungai Rawas, dari tinggalan arkeologi di situs Lesung
Batu ini diperkirakan agam Hindu berkembang dari abad ke-14 sampai dengan 15
Masehi.
Setelah
Sriwijaya mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-13 Maehi, beberapa abad
kemudian di Palembang terjadi kekosongan pemerintahan (missing link. Pada masa
ini, berbagai penguasa dari tempat lain menduduki Palembang, misalnya bajak
laut, Nan Hai (China Selatan) dan
Majapahit sampai akhirnya datang budaya Islam.
Masa Kaesultanan
Palembang
Pada akhir abad ke-16
terjadi perubahan dalam sejarah palembang, dengan berdirinya kerajaan bernuansa
islam dibawah pimpinan Ki Gede Ing Suro tepatnya tahun 1573 Masehi. Ki GedeIng
Suro merupakan priyayi dari Jawa pengikut Jepang yang menyingkir dari tanah
Jawa ini kemudian mendirikana Keraton Kuto Gawang sebagai pusat Pemerintah,
Keraton ini berlokasi disekitar Kelurahan 2 ilir, di tempat yang sekarang
merupakan kompleks PT.Pusri.
Keraton
Kuto Gawang secara alamiah lokasihnya cukup strategis, dan secara teknis
diperbuat oleh dinding tebal dari kayu unglen dan kayu besi serta cerucup yang
membentang antara Plaju dan Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil yang letaknya
ditengah sungai Musi. Keraton ini berukuran 1093 meter, baik panjang maupun
lebarnya. Tingginya dinding yang mengitarinya 7,25 meter. Orang-orang China dan
Portugis berdiam berseberangan, di tepian sungai.
Meskipun
telah memiliki keraton tersendiri, Palembang tetap mengakui tentang kebudayaan
Mataram. Sejak Pemerintahan Ki Gede Ing Suro hingga pangeran Sido Ing Rejek.,
palembang belum berstatus kesultanan tatapi masih berada dibawah kekuasaan Mataram
Islam. Pada masi ini bahasa dan budaya Jawa menjadi bagian kehidupan pemerintah
Kerajaan Islam Palembang tersebut.
Pada
tahun 1659, terjadi perseteruan antara
Palembang dibawah kempemimpinan pangeran
Sido Ing Rejek melawan VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie) untuk
memperebutkan penguasaan perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainya.
Akhirnya, melaui suatu peperangan yang sengit VOC berhasil memaksa penguasa
pada saat itu, Pangeran Sido Rejek menyingkir ke pedalaman. Dalam suatu kemelut
persaingan antar kelompok. Akhirnya Ki Mas Endi keluar sebagai pemenang untuk
menduduki Tatha Keraton Palembang.
Setelah
menguasai tahta, Ki Mas Endi atau dikenal juga dengan pangeran Ario Kusumo
mencabut pengakuaan Palembang atas kedaulatan Mataram. Keputusan ini diambil
mengingat kurangnya perhatian Mataram kepada Palembang, Dharussalam dengan
gelar Sultan Abdurahman Kholifatull Mukminin Sayyidul Imam (1659-1706). Pusat
pemerintahannya dipindahke Bringin Janggut yang letaknya disekitar Masjid Lama
(jalan segaran).
Pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin I (Jayo Wikramo, 1741-1757), pusat
pemerintah dipindah lagi kesebelah barat Sungai Tengkuruk. Keraton ini dikenal nama
Keraton Kuto Tengkuruk atau Keraton Kuto Batu. Keraton ini sekarang terletak
dijalan Soedirman kaki sisi utara jembatan Ampera.
Pada
masa pemerintahan Sultan Mahnud Badarudin I inilah kota Palembang mengalami
kemajuan dan juga moderenisasi. Saat itu didirikan bangunan monumental, seperti
Makam Kawah Tengkurep dan Masjid Agung, selain itu juga dibangun pengairan
speanjang Sungai Mesuji, Ogan, Komring, dan Musi; bukan saja untuk pertaniaan
tetapi sekaligus untuk pertahanan jalan meliter.
Kesultan Plembang dimasa selanjutnya terus
berkembang pesat, kondisiperekonomian cukup baik dengan mengandalkan
perdagangan hasil Bumi, sperti lada dan hasil Hutan. Selain itu, hasil tambang
timah juga memberikan kontribusi yang penting dalam perekonomian Kesultan
Palembang. Dengan perekonomian yang sangat baik tersebut, Kesultana Palembang
menjadi negeri yang memiliki kekayaan berlimpah. Bahkan, dengan kekayaan ini
Sultan Muhammad Bahaudin (1706-1803) sanggup membangun bangunan monumental
berupa Kuto yang dikenal dengan Kuto Besak. Bangunan ini berukuran, panjang
288,75 meter dan lebar 183,75 meter serta tingginya 30 kaki.
Dengan
keadaan ekonomi yang baik dan stabilitas politik stabil berdampak pada perkembangan siyar islam terus meningkat. Kesultan
Plembang pada saat itu bahkan menjadi pusat sastra islam di Nusantara setelah
Aceh mengalami kemunduran di abad ke-17. Nama-nama besar para Ulama sabgat di
kenal dinu Nsantara, SEPERTI Adbu Somad al Palimbani, Syihabudin Bin Abddullah
Muhamad, Kemas Fachrudin, dan Muhammad Muhyuddin Bin Syaikh Syihabuddin.
Kemakmuran
dan kekayaan Kesultanan Palembang yang diperoleh dari hasil perdagangan jhasil
bumi dan timah, membuat Belanda dan Inggris berusaha untuk menaklukan dan
menguasai sentra-sentra perdagangan tersebut. Pada masa Pemerintah Sultan
Mahmud Badarudin terjadilah serangkaian pertempuran melawan penjajah, seperti
peristiwa Loji Sungai Aur (1811), perang melawan Inggris (1812), perang Menteng
(1819) dan terakhir perang Palembang (1819-1821).
Pada
serangkaian peristiwa pertempuran, awalnya Kesultanan Palembang berhasil mematah
serangan-serangan yang dilakukan pada pihak penjajah, karena kehebatan strategi
perang yang disusun Sultan Mahmud Badarudin
II, yaitu dengan membangun benteng-benteng pertahanan cerucup-cerucup penghalang
di Sungai Musi dan rakit-rakit Api. Namun pada tahun 1821 Belanda mengerahkan
ratusan kapal perang dan 5000 pasukan dan Benteng Kuto Besak pun akhirnya
berhasil dikuasainya Sultan Mahmud Badarudin II berhasil ditangkap dan dan
kemudian diasinkan ke Ternate. Pada tahun 1823 Kesultanan Palembang dihapuskan
dalam peta Nusantara. Banyak lagi lainnya, hanya beberapa saja yang saya ambil
untuk menuang dalam pengetahuan saya diwaktu kunjungan kemarin.
Adapun
beberapa prasasti-prasasti sebagai berikut:
- Prasasti Kedudukan Bukit
Prasasti
kedudukan bukit ditemukan oleh batemberg pada tanggal 20 Oktober 1920 di tepi
Sungai Tatang. Di kaki Bukit Siguntang Palembang. Prasasti ini dipahat pada sebuah
batu kesil berbentuk bulat, dengan garis tengah 80 cm, menggunakn huruf pallawa
dan Bahasa Melayu Kuno berangka tahun 604 saka atau 682 Masehi. Secara garis
besar berisi tentang perjalanan Dapunta Hyang yang berangkat dari Minanga
Tamwan naik perahu bersama balatertaranya, kemudian tiba di Mukha Upang dan
akhirnya mendirikan kota Sriwijaya setelah berhasil menaklukan beberapa daerah
sekitarnya.
- Prasasti Telaga Batu
Prasasti
telaga batu ditemukan dikawasan situs Sabokingking, 2 ilir Palembang. Prasasti
ini berhuruf pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, tetapi dari segi paleografi
diperkirakan sejaman dengan prasasti Sriwijaya lainnya, yaitu dari abad ke-7
Masehi. Dipahat pada sebongkah batu andesit dengan hiasan tujuh kepala ular
kobra pada bagian atasnya, sedangkan bagian bawah terdapat cerat (pancuran).
Prasasti ini memuat tentang sumpah setia baik para pejabat kerajaan, termasuk
kerabat raja, maupun para perkerja dan hamba raja kepada raja Sriwijaya. Mereka
yang melanggar sumpah ini akan terbunuh oleh kutukan dalam sumpah tersebut.
Jadi dapat dikatakan bahwa prasasti ini merupakan ikrar seluruh jajaran pegawai
Sriwijaya agar taat dan patuh kepada raja demi menegakkan kebesaran Sriwijaya.
- Prasasti Kota Kapur
Prasasti
kota kapur ini ditemukan oleh j.k van der meulen tahun 1862 semasa menjadi
Administratus di Sungai Selam, kepulauan Bnagka prasasti berhuruf pallawa dan
berbahasa Mealayu Kuno, serta terangka tahun 608 saka atau 686 Masehi. Secara
garis besar prasasti ini berisi kutukan kepada mereka yang tidak taat kepada
raja Sriwijaya, selain itu, juga diperoleh imformasi keberangkatan pasukan
Sriwijaya ketika menyerang Bumi Jawa yang tidak patuh kepada Sriwijaya.
- Prasasti Bungkuk
Prasasti
Bungkuk ditemukan di desa Bungkuk, Lampung Tengah pada tahun 1985. prasasti ini
tidak berangka tahun, tetapi dari segi paleografi diperkirakan dari abad ke-7
Masehi. Menggunakan huruf Pallawa dan bahasa mEkayu Kuno. Secara garis besar berisi
sumpah atau kutukan kepada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.
- Prasasti Boom Baru
Prasasti
Boom Baru ditemukan oleh seorang penduduk yang bernama Rizal. Aksara dipahat
pada batu alam jenis andesit, bagian atasnya pata dan bidang permukaan bagian
tengah rusak terbelah, menyebabkan beberapa garis kalimat hilang, prasasti ini
tidak berangka tahun, tetapi dari segi paleografi diperkirakan dari abad ke-7
Masehi. Menggunukan huruf Pallawa dan bahasa Melayau Kuno. Secara garis besar
berisi sumpah atau kutukan pada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja
Sriwijaya. Selai itu, juga berisi doa keselamatan agar rakyat, dan negara bebas
dari malapetaka, makmur dan sejahtera.
- Prasasti Karang Berahi
Prasasti
ini merupakan satu-satunya prasasti Sriwijaya yang ditemukan di propinsi Jambi,
tepatnya di tepi Sungai Merangin. Ditemukan tahun 1904 oleh L. Berkhout,
kontrolir di Bangko propinsi Sumateraprasasti yang terdiri dari 15 baris ini
berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno serta tidak berangka tahun. Akan
tetapi dari segi paleografi dan isinya diperkirakan berasal dari abad ke-7
Masehi. Prasasti Karang Berahi mirip dengan prasasti Kota Kapur, kecuali pada
bagian akhirnya. Adapaun isi prasasti ini adalah berupa kutukan bagi mereka
yang tidak taat kepada raja Sriwijaya. Namun, prasasti ini tidak memuat
penyerangan oleh tentara Sriwijaya sebagai mana yang termuat pada bagian kahir
prasasti Kota Kapur.
- Prasasti Palas Pasemah
Prasasti
Palas Pasemah dietemukan di tepi Way Pisang, Lampung Selatan pada tahun 1958.
Prasasti ini berangka 608 Saka, mrnggunakan Huruf pallawa dan Bahasa Melayu
Kuno. Secara garis besar berisi sumpah atau kutukan kepada siapa saja yang
tidak tunduk kepada raja Sriwijaya. Raja Sriwijaya mengutuk kepada para
pemberontak dan penganut ilmu hitam. Namun
kepada siapa saja yang setia
kepada kerajaan dapat diangkat menjadi datu dan usahanya akan direstui dan
diberkahi.
Seperti
lainnya ada terdapat beberapa penjelasan, yakni:
- Batu Pukul
Batu
dari jenis batuan andesit ini merupakan batu utuh dan berbentuk bulat.
Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten
OKU, Sumatera Selatan. Benda ini berfungsi sebagai alat tumbuk makanan dalam
proses pengolahan makanan.
- Bilah
Bahan
terbuat dari batu andesit. Benda ini merupakan bentuk serpih yang secara khusus
mempunyai sisi yang sejajar dan masing-masing sisinya berukuran 2 kali dari
lebar. Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji,
Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, berfungsi sebagai alat untuk membelah atau
memotong.
- Mata Panah
Bahan
terbuat dari batu Rijang, menggunakan pembuatan teknologi pembuatan yang tidak
berbeda dengan pembuatan alat serpih,
perbedaanya hanya pada ciri cetus yang senderung melebar hingga membentuk cekungan besar. Di temukan di Gua Putri Desa
Pedagang Bindu. Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan.
Berfungsi untuk memproses bahan makanan.
- Serpihan
Bahan
terbuat dari batu Rijang benda ini merupakan limbah pembuatan alat batu.
Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu, kecamatan Semidang Aji, Kabupaten
OKU, Sumatera Selatan.
- Serut Samping
Bahan
terbuat dari batu Jasper, berbentuk pipih dan mempunyai satu sisi tajaman.
Ditemukan di Gua Putri Desa Pedagang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten
OKU, Sumatera Selatan. Berfungsi sebagai bahan dasar pembuatan alat.
Kapak Lonjong
Benda ini terbuata dari jenis batu kali,
bagian tajamnya diasah dari dua arah, sehingga bentuk tajaman yang dihasilkan
simetris atau setangkup. Kapak semacam ini digunakan dengan mengikatnya pada
sebuah tangkai kayu bercabang. Fungsi kapak ini untuk menebang atau menguliti
pohon, membuat perahu, membuat patung kayu, dan sebagai perlengkapan upacara.
Temapaya Kubur (Burial
Jar)
Pada masa prasejarah di
Sumatera Selatan di kenal penguburan dengan cara menggunakan wadah tempayan
yang besar dengan diameter 60 cm-80 cm, tempayan ini berfungsi sebagai bekal
kubur dan bisa juga menjadi wadah kubur.
Hal ini terlihat pada tempayan kubur yang ditemukan di situs Muara Betung
Kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang pada saat ditemukan terdapat
kerangka manusia dang tempayan kubur lainnya, seperti periuk, kendi, botol dari
tanah liat, dan beliung persegi. Ditemukan di situs Muara Betung Kecamatan Ulu
Musi Kabupaten Lahat.
Sumatera Ekspres
Kunjungan sumatera
ekspres terlihat dari sisi foto yang saya ambil, Pak Anto Narasoma akan menjadi
nara sumber tentang informasi yang akan dibahas dalam pemahaman tentang dunia
entertent dan wawancara, pak Anto Narasoma yang memberikan sedikit banyak
penjelasan kepada kami mahasiswa kunjungan tentang suatu hal dalam wawancara
yang harus di pahami ialah 5W+1H dalam penjelasan ini pengharapan yang sangat
besar bagi pak Anto Narsoma kepada kami semua semoga kami menjadi orang-orang
sukses, karena kesuksesan bukan dinilai dari kekayaan melainkan melalui
revotasi, kemauan, yang memiliki kemampuan bakat yang berlebih untuk
dikembangkan sehingga bermanfaat bagi orang lain bukan hanya untuk diri
sendiri, tapi kebahagiaan terpenting membuat orang lain termotivasi akan kesuksesan
dari jalan cerita kehidupan yang sederhana mampu mencapai dunia, yang katanya
“dunia tak selebar daun kelor”.
Perjuangan
seorang Anto Narasoma bukanlah waktu yang sebentar, cukup lama untuk meraih
cita-cita dalam kehidupan dengan belajar dan terus belajar dari waktu kewaktu
dalam mencapai semua impiannya yang penuh dengan semnagat, motivasi dan semngat
juga ia curakan disaat memberikan penjelasan tentang Sumeks, seperti yang ia
katak semoga kalian semua para mahasiswa Stisipol Candaradimuka Palembang
menjdai orang-orang yang sukses dan jauh lebih bermanfaat bagi seluruh
masyarakat. Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar