![]()
Nama : Sasnita Sari
N.P.M : 01.14.076
Jurusan : Ilmu
Komunikasi
Mata Kuliah : Perencanaan Komunikasi
Dosen : Ahmad Yani S.Sos. MA
|
Review Tugas Analisis Film Negeri Lima Negara
Ahmad
Fuadi (lahir di Bayur
Maninjau, Sumatera Barat, 30 Desember 1972 umur 40 tahun) adalah novelis,
pekerja sosial dan mantan wartawan dari Indonesia. Novel pertamanya adalah novel Negeri 5 Menara yang merupakan buku pertama dari trilogi
novelnya dan diangkat menjadi sebuah film. Novel keduanya yang merupakan
trilogi dari Negeri 5
Menara, Ranah 3 Warna telah diterbitkan sejak 23 Januari 2011. Fuadi mendirikan Komunitas Menara, sebuah
yayasan sosial untuk membantu pendidikan masyarakat yang kurang mampu,
khususnya untuk usia pra sekolah.
Film adalah gambar-hidup, juga
sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu
sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya
merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas
sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah
Cinemathographie yang berasal dari
Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar =
citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat
melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang
biasa kita sebut dengan kamera. Film
dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur
palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Kamera film menggunakan pita
seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver
halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat
proses cuci film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang
tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak
terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan pengembang (developer).
Perkembangan teknologi media
penyimpan ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada
bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seniaudio-visual.
Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang
menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya.Istilah
film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan
zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam
bidang fotografi film ini menjadi media yang dominan digunakan
untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Tema Film Negeri 5
Menara adalah Pendidikan, hal ini dapat kita lihat sendiri dari
lembaran-lembaran novel ini yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh utama di
dalamnya mengenyam pendidikan di dunia pesantren, apalagi dalam Film ini dibuka dengan kata mutiara dari Imam Syafi'i
yang berhubungan dengan penuntutan ilmu.
Amanat yang terkandung dalam film
Negeri 5 Menara ini adalah bahwa dalam mengejar semua cita-cita beserta impian,
tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan tapi
semuanya berjalan seiring bagaimana kita menyelesaikan rintangan yang datang
menghadang dan untuk mendapatkan menggapainya juga, kita harus mengorbankan
sesuatu.Adapun amanat dari novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan
penulis bagi penbaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi
diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan film: “Jangan pernah meremehkan impian walau setinggi apapun, tuhan sesungguh maha
mendengar:. Man jadda wajada,
siapa yang sungguh-sungguh akan berhasil. Amanat bagi pembaca berikutnya adalah
pentingnya kedinamaisan. Berikut terdapat di Film Negeri 5
menara tentang pentingnya kedinamisan dalam hidup bagi orang-orang yang berilmu
“orang yang berilmu dan beradab tidak
akan diam dikampung halaman. Tinggalkan negerimu dan mernataulah ke negeri
orang. Merantaulah, kaua kan
mendapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup
terasa setelah lelah berjuang. Singa jika tak tinggalkan sarang tidak akan
mendapatkan mangsa. Bijih emas bagaikan panah biasa sebelum digali dari
tambang. Jika matahari diorbitnya tidak bergerak dan terus diam tentu manusia
bosan padanya dan enggan memandang.
Disamping itu, terdapat
amanat-amanat yang tersurat terdapat pula pesan singkat yang tersirat. Pesan
yang tersirat adalah pesan yang terkandung dalam sebuah karya sastra meskipun
tidak ada bukti konkrit dari naskah suatu karya sastra tersebut. Pesan
tersirat tersebut yakni mengenai keutamaan doa dan ridho orang tua
dalam kehidupan Alif sang pemeran utama adalah seorang anak yang datang dari
keluarga sederhana dan masih memiliki keturunan darah ulama . cita-cita
Alif sebenarnya inginmenjadi seorang insinyur. Tokoh idolanya adalah Habibie.
Setelah ia lulus dari Madrasah Tsanawiyah , sebenatnya ia ingin melanjutkan ke tingkat
yang lebih tinggi yakni SMA. Karena ia menganggap tiga tajun menempuh
pendidikan di Tsanawiyah telah cukup bekal dasar ilmu agamanya. Ia ingin
mempelajari ilmu non agama dan melanjutkan kuliah di UI tai ITB. Namun
keinginan dan cita-citanya tersebut terhalang denagn keinginan orang
tuanya ingin menjadikan putranya seperti Buya Hamka. Pada awalnya Alif berontak
tapi akhirnya ia berfikir bahwa tidak ada gunanya melawan keinginan ibunya yang
mulia itu. Hingga ia memutuskan untuk menempuh pendidikan menengahnya di
pesantren madani jawa. Banyak kisah yang ia hadapi bersama teman-temannya yang
datang dari berbagai daerah. Hingga akhirnya ia meraih kesuksesan di Ameriak.
Hal tersebut pada dasarnya tak luptu dari doa dan ridho yang diberikan oleh
orang tuanya. Penulis memberikan pesan kepada pembaca, bahwa doa dan
ridho orang tua adalah sesuatu yang harus diutamakan. Meskipun pesan tersebut
tidak tersurat. Namun dapat dipahami oleh pembaca yang telah selesai membaca
keseluruhan cerita.
Alif menunjukkan sosok yang taat kepada keinginan orang tuanya, walaupun
ia harus mengorbankan cita-citanya untuk bersekolah di Bandung. Orang tua pasti ingin memberikan
yang terbaik untuk anaknya. Amak Alif menginginkan ada bibit unggul yang masuk
ke dalam pesantren, karena selama ini pesantren dianggap sebagai ‘bengkel’
untuk merenovasi akhlak dan perbuatan anak yang dimasukkan ke sana. Keinginan Amak Alif agar Alif menjadi
ulama seperti Buya Hamka, agar Alif bermanfaat untuk umat merupakan ide yang
sungguh mulia. Banyak di sekitar kita yang berlomba-lomba menyekolahkan anaknya
di sekolah yang popular secara akademis atau fasilitas, tanpa mempertimbangkan
kebermanfaatannya ke depan. Visi seorang Amak mampu menggiring penonton untuk
berpikir bahwa kita membutuhkan sosok-sosok yang bisa memikirkan dan bermanfat
untuk sesama, bukan sosok-sosok yang sibuk memikirkan dirinya sendiri.
Keinginan Baso untuk menghafal Al Quran juga didorong keinginannya untuk
mempersembahkan jubah kemuliaan untuk orangtuanya yang telah meninggal.
Penonton akan diajak untuk merenungkan hal apa yang sudah diberikan pada orang
tua tercinta. Adegan ini mestinya mampu mengajak penonton untuk berbakti pada
orang tua.
Pola asuh
demokratis
Walaupun Alif
pada awalnya tidak setuju dengan keinginan orangtuanya untuk melanjutkan
pendidikan ke pondok pesantren, orang tua Alif tidak menunjukkan kesan memaksa,
tetapi tetap bersikap biasa seperti tidak terjadi masalah setelah Alif lari
dari rumah dan mengurung diri di kamar. Hal ini terlihat dari Amak yang
membawakan makanan ke kamar Alif. Ketika menemui perbedaan pendapat, orang tua
sebaiknya tidak berkata keras kepada anak agar anak tidak semakin membangkang.
Dalam film ini terlihat orang tua Alif yang tetap bijak menanggapi
ketidaksetujuan Alif. Ayah Alif memotivasi Alif melalui transaksi jual beli
kerbau. Proses tawar-menawar kerbau dilakukan di dalam sarung, dengan kode-kode
tertentu. Ayah Alif memberikan pemahaman kepada Alif agar kita harus berani
mencoba rasanya dulu sebelum tahu baik atau buruknya sesuatu, jadi Alif dianjurkan
untuk tidak cepat menilai.
Kyai Rais dalam pidatonya mengatakan bahwa para santri akan dididik
menjadi orang besar, tetapi bukan orang besar seperti pengusaha besar, menteri,
ketua partai, ketua DPR/MPR, atau ketua ormas Islam. Orang besar yang dimaksud
Kyai Rais adalah menjadi orang yang akan menyebarkan ilmunya sampai ke pelosok
negeri. Beberapa kali juga ditampilkan tulisan “Ke Madani, Apa Yang Kau Cari”,
sehingga tulisan ini seolah mengingatkan para santri untuk terus meluruskan
niat selama belajar di pondok pesantren. Pada hari pertama masuk kelas, Ustad
Salman membawa batang kayu dan pedang yang sudah berkarat.
§ Unsur-Unsur Ekstrinsik
a.
Nilai Ketuhanan
· Sangat banyak nilai ketuhanan yang terkandung
dalam novel Negeri 5 Menara, diantaranya kita sebagai manusia sama di sisi
ALLAH.
b.
Nilai Moral
· Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi
segala hal dengan kerja sama dan pantang menyerah
c.
Nilai Sosial
· Di kehidupan pesantren, kita tidak diajarkan
untuk egois, tapi saling membantu satu sama lain, mengutamakan kesolidaritasan.
d.
Nilai Ekonomi
· Para pengajar di Pondok Madani tidak meminta untuk
dibyar, mereka ikhlas mendidik santri karen ALLAH SWT, serta santri di Pondok
Madani yang banyak kekurangan secara ekonomi tetapi masih bisa bersekolah di
Pondok Madani.
e.
Nilai Budaya
· Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat
Minangkabau tidak pernah berangkulan : [“Di kampungku memang tidak ada budaya
berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah”
f.
Nilai Agama
· Film ini menceritakan tentang kehidupan
pesantren yang selalu mengajarkan nilai-nilai agama, mulai dari keikhlasan,
bersikap jujur, disiplin dan lain sebagainya : [“Bacalah Al-Quran dan hadits
dengan mata hati kalian....”]
HASIL TEMUAN
Temuan yang didapatkan dalam film“Negeri 5
Menara”
a.
Disini penulis menemukan bahwa,
anak-anak yang disekolahkan di pesantren identik dengan anak-anak yang nakal,
kekurangan baik secara ekonomi maupun akademik. [“Akibatnya, madrasah menjadi
tempat murid warga kelas dua, sisa-sisa...”].
b.
Hal-hal yang harus kita hadapi
dalam kehidupan pesantren yang keras, kita tidak boleh berleha-leha, harus bisa
mengatur waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar